head silvikultur
Jenis Tanah Klasifikasi Pohon Definisi Benih Agroforestri Struktur Hutan Hutan Tanaman


 


SILVIKULTUR INTENSIF


Pengertian Silvikultur intensif adalah Teknik Silvikultur yang memadukan ketiga pilar : 

  • Pemuliaan pohon
  • Manipulasi lingkungan
  • Pengendalian hama terpadu

Tujuan dari Teknik Silvikultur Intensif :

  • Menghasilkan produk hasil hutan
  • Melindungi lahan
  • Landscape
  • Makanan ternak
  • Menahan angin
  • Memperkaya ekosistem

Manfaat pelaksanaan Regim Silvikultur Intensif :

  • Hutan produktif, efisien, kompetitif dan lestari:
    • Ketrampilan berkembang
    • Penyerapan tenaga kerja
    • Memajukan infrastruktur
    • Model Pembangunan
  • Tercipta
    • Jangka panjang supply produk
    • Hutan alam tidak terganggu
    • Kualitas lingkungan meningkat

Pelaksanaan Regim Silvikutur intensif berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Tanggal 20 Juli 2004 Nomor : SK.194/VI-BPHA/2004, tentang Penunjukan Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam Sebagai Model Pembangunan Sistem Silvikultur Intensif, dan Pembentukan Tim Pelaksananya.

 

PELAKSANAAN REGIM SILVIKULTUR INTENSIF :

  1. PENATAAN AREAL KERJA DAN RISALAH HUTAN

Unit areal kelola hutan tanaman meranti prospektif (UK-HTMP) meliputi: Anak Petak, Petak, Blok tanaman, Resort Hutan, Bagian Daerah Hutan dan Kesatuan Pemangkuan Hutan :.

  • Anak Petak merupakan bagian dari petak yang dicirikan oleh kekhasan sifat silvika dari jenis yang ditanam.
  • Petak merupakan unit pengelolaan areal terkecil seluas kurang-lebih 100 ha.
  • Blok tanaman adalah areal penanaman dalam satu tahun pada setiap unit pengelolaan (kawasan). Blok tanaman terdiri dari 4 petak alau seluas kurang lebih 500 ha.
  • Resort Hutan (Kemantren) merupakan unit pengelolaan gabungan dari kurang lebih 1,000 – 2.000 ha yang merupakan kesatuan areal yang kompak, tidak terfragmentasi.
  • Asistenan merupakan unit pengelolaan yang terdiri alas 5 Resort Hutan. Areal pengelolaannya meliputi kawasan hufan seluas kurang lebih 5.000 – 10.000 ha yang merupakan kesaluan areal yang kompak. 
  • Bagian Hutan merupakan unit pengelolaan hutan tertinggi dalam UK-HTMP, yang terdiri dari lima Asistenan. Areal pengelolaannya meliputi kawasan hutan seluas kurang lebih 50.000 ha.
  • Penataan areal dilakukan pada kawasan hutan UK-HTMP seluas 30.000-40.000 Ha,

Kegiatan risalah hutan meliputi kegiatan penetapan topografi dan survey penutupan lahan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penataan areal kerja. Kegiatan risalah hutan dilakukan untuk memperoleh iniormasi sebagai berikut:

  • Identifikasi bentuk lahan untuk menghasilkan peta topografi
  • Penutupan vegetasi (jarang; sedang dan rapat) untuk merancang tebang penyiapan lahan yang mungkin diperlukan dan rencana pembuatan jalur rintisan yang diperlukan bagi persyaratan silvika jenis yang akan ditanam.

Pembukaan wilayah hufan pada lahan hutan dilaksanakan sebelum penanaman, Kegiatan pembukaan wilayah hutan meliputi pembangunan jalan angkutan serta pembangunan/ pembuatan sarana dan prasarana base camp; pondok kerja dan lain-lain,
Tebang Penyiapan Lahan, Pada petak area hutan yang berisi pohon-pohon tua terlampau rapat, diperlukan, tebang penyiapan lahan untuk menyingkirkan pohon-pohon tua berdiameter ≥ 40 cm yang akan menaungi tanaman.

B. PENGADAAN BIBIT

  • Sumber Bibit :

Sumber bibit untuk penanaman dapat diambil dari Benih, Anakan alami dan Stek pucuk.

  • Penyemaian :

Kegiatan Penyemaian bibit dengan memperhatikan Bahan asal benih, Bahan anakan alami dan Pembuatan stek.

C. PENYIAPAN  LAHAN
Kegiatan penyiapan lapangan : Pembuatan Jalur Tanaman, Pembuatan dan Pemasangan Ajir dan Pembuatan Lubang Tanaman.

SILVIKULTUR INTENSIF

Skema Pembuatan Tanaman Prospektif, Sehat dan Lestari

D. PENANAMAN
Dalam Penanaman kegiatan yang dilakukan adalah Pengangkutan Bibit, Penampungan/ Tempat Penyimpanan Bibit dan Penanaman Bibit.

E. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA
Kegiatan Pemeliharaan tanaman muda : Penyiangan dan Pemulsaan, Pembebasan Vertikal, Penyulaman, Pemupukan, Pengendalian Hama dan Penyakit dan Pemantauan.

F. PENJARANGAN
Penjarangan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

  1. Tebang pohon yang sakit atau cacat.
  2. Penebangan dilakukan terhadap pohon penyaing yang mempunyai diameter lebih besar atau sama dengan pohon binaan dan nilai ekonomisnya lebih rendah,
  3. Terhadap tanaman meranti yang tertekan tidak perlu dijarangi sebagai cadangan.
  4. Tajuk pohon binaan harus bebas dari tajuk pohon penyair,g atau pendesak.

G. PERLINDUNGAN TANAMAN
Musuh utama terhadap keberhasilan tanaman adalah api. Upaya pencegahan harus dilakukan sejak dini.  

H. PEMANENAN KAYU
Pemanenan kayu pada pengelolaan hutan alam dengan sistem silvikullur intensif merupakan faktor yang menentukan dalam menentukan keberhasilan penanaman dan pertumbuhan tegakan baru pada jalur tanam rotasi berikutnya. Pohon-pohon yang boleh ditebang pada jalur kotor adalah pohon-pohon berdiameter 50 cm ke atas yang bukan merupakan pohon yang dilindungi, sedangkan pohon-pohon yang berada di jalur tanam dapat di tebang habis.

PERTIMBANGAN

    A. AZAS KELESTARIAN

Azas Kelestarian pada dasarnya adalah upaya untuk mempertahankan nilai hutan agar manfaatnya bisa lebih lestari bagi umat manusia sekarang dan umat manusia di masa yang akan datang. 
Dari kecendrungan yang ada dapat disimpulkan bahwa:

    • Kelestarian adalah suatu proses
    • Untuk mengetahui hasil dari proses tersebut harus diciptakan alat untuk mempu mengukurnya (lewat kriteria dan indikator)
    • Agar hasil pengukurannya tepat, diperlukan persyaratan: pengukuran dilakukan pada petak ukur permanen, tersebar merata di lokasi yang akan dinilai. Persyaratan inilah yang menentukan apakah ekosistem hutan itu lestari atau tidak.    

AZAS KELESTARIAN :

  • PRODUKSI DAN KUALITAS PRODUK

Produksi indikator yang digunakan umumnya Riap dan Bonita, dan kualitas produk tidak terjamin pada rotasi berikutnya apabila kondisi kerusakan tegakan tinggal akibat pembalakan tidak diperhatikan.

  • EKOLOGI :
    • Tanah dan Air
    • Flora dan Fauna

 

B. KONSERVASI EX SITU UNTUK MENINGKATKAN PRODUK DIKEMUDIAN HARI.

Konservasi ex situ adalah konservasi sumberdaya genetik jenis target yang diperoleh dari beberapa populasi (tebaran geografiknya) dan ditanam di luar tebaran alaminya. Konservasi ex situ selain bermanfaat bagi para breeder, juga merupakan back up bagi konservasi in situ, bila kondisi alami dari jenis target yang bersangkutan mengalami erosi genetik.

Konservasi ex situ untuk jenis tanaman diwujudkan dalam bentuk : Kebun Botani, Uji Jenis, Uji Provenance, Uji Progeny, Pembangunan Kebun Benih (Seed orchad maupun Clonal Seed Orchard) bahkan termasuk penyimpanan jangka panjang buah termasuk in vitro.

C. KONTROL
KONTROL YANG EFEKTIF DAN EFESIEN :

  • Monitoring, Petak Ukur Permanen, Quality assurance, Assessors, Hot check dan Cold check

Pre training dan Training untuk menyiapkan assesors yang berpengalaman. Hot check disebut hot audit yaitu audit yang dilakukan di lapangan. Hot check terdiri atas observasi dan dokumentasi terhadap kecakapan (performance) assessors yang dilakukan oleh QA crews (auditors) sewaktu assessors sedang melakukan pekerjaan di lapangan. Data yang dikumpulkan akan bermanfaat apabila mempunyai akurasi yang tinggi, tidak bias dan dapat dibandingkan. Sungguhpun demikian Cold check juga masih dan terus dikembangkan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, H, Marfuah, H. Wijayakusumah dan D. Hendrasyah, 1991. Vademikum Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Anonim, 1994. PROSEA. Plan Resources of South – East. No. 5 (1). Timber Trees : Major Comercial Timbers. Bogor. Indonesia.

Anonim, 2004, Pedoman Teknis. Pembangunan Hutan Tanaman Meranti Prospektif, Sehat dan Lestari Melalui Pendekatan Silvikultur Intensif. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta.

Leppe, D dan S. Piasukmana, 1987. Pembangunan Hutan Dipterocarpacea di Kalimantan Timur. Makalah Pelengkap Simposium Hasil Penelitain Silvikultur Dipterocarpaceae 1987. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan bekerja sama dengan PT. Inhutani I dan PT. Inhutani II,  Jakarta.

Newman, M. F, P.F. Burgess dan T.C. Whitmore, 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae, Pulau Kalimantan. Prosea Indonesia. Bogor.

Noor dan Leppe, 1995. Noor, M and Leppe, D. (1995). Pengaruh pembukaan celah terhadap tanaman Dipterocarpaceae apad areal bekas terbakar. Wanatrop 8(1): 1-8.

Soekotjo, 2004, Status Riset Konservasi Genetik Tanaman Hutan Indigenous Species di Indonesia. Workshop Nasional. Konservasi, Pemanfaatan Dan Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan. Pusat Penelitan dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dan Japan International Cooperation Agency. Yogyakarta.

Soekotjo dan Na’iem, M, 2005. Rencana Kegiatan Silvikultur Intensif Dalam Rangka Panen Raya Buah Meranti Januari – Maret 2005 dan Upaya Membangun Tanaman Tahun 2005. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta.

Soekotjo, 2005, Regime Silvikultur : Upaya Untuk Merehab dan Meningkatkan Potensi Hutan Indonesia. Pidato Ilmiah Purna Tugas. Seminar Nasional dalam Rangka 70 Tahun Prof. Dr. Ir. H. Soekotjo. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Penjelasan mengenai Pengertian Silvikultur Intesif, Teknik Silvikultur Intensif, Teknik Silvikultur, Regim Silvikultur.

 


Artikel Terkait :

  1. Keuntungan dan Kerugian Sistem Tebang Habis
  2. Keuntungan dan Kerugian Sistem Tebang Pilih
  3. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
  4. Proyek Pembuatan Hutan di Gurun Sahara
  5. Sistem Silvikultur Hutan Payau / Mangrove
  6. Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
  7. Sistem Silvikultur Intensif
  8. Sistem Agroforestri
  9. Manfaat Hutan dalam Perdagangan Karbon

 



Copyright © silvikultur.com 2016